Monday, August 25, 2008

Jalur tempuh 2008

Inilah jalur keliling pulau Jawa yang kutempuh bersama sepeda Polygon kesayanganku di tahun 2008:

Jakarta - Indramayu - Cirebon - Brebes - Tegal - Pemalang - Pekalongan - Kendal - Semarang - Demak - Kudus - Pati - Rembang - Tuban - Gresik - Surabaya - Pasuruan - Probolinggo - Situbondo - Banyuwangi - Jember - Lumajang - Senduro - Ranupane - Semeru*) - Tumpang - Malang - Blitar - Tulungagung - Trenggalek - Ponorogo - Madiun - Magetan - Maospati - Ngawi - Sragen - Solo - Yogyakarta - Purworejo - Kebumen - Banyumas - Purwokerto - Cilacap - Wangon - Banjar - Ciamis - Tasikmalaya - Garut - Bandung - Cianjur - Sukabumi - Cibadak - Pelabuhan Ratu - Cibangbanbayah - Malingping - Saketi - Labuan - Carita - Anyer - Cilegon - Serang - Tangerang - Jakarta

Rute tersebut kumulai tanggal 20 Juli 2008 dan berakhir di tanggal 24 Agustus 2008
*) manjat sampe puncak bersama sepedaku.....!

Friday, August 15, 2008

TERKULAI DALAM KENIKMATAN MAHAMERU


(Jogja, 14 Agustus 2008, dalam perjalanan)

Rencana perjalanan bersepeda mengelilingi pulau sulawesi,ternyata gagal seperti tahun lalu. Dan, sperti biasa kesulitan dasar masih soal biaya yang sulit kudapat dari pengajuan proposal yang gagal. Tapi seperti biasa juga, aku harus tetap jalan dan harus menghadapi perjalanan cadangan karna komitmenku untuk selalu jalan setiap tahun sebagai wujud loyalitasku pada dunia petualangan.

Akhirnya aku berpikir untuk mengelilingi pulau jawa dengan secara benar,yaitu berangkat melewati jalur pantura dan pulang dengan jalur selatan dari jakarta dan berakhir di jakarta. Dan sebagai inti perjalanannya aku akan mendaki gunung semeru dengan membawa sepeda ke puncaknya sebagai komitku untuk menjadikan diriku sebagai bagian dari regenerasi mas paimo.

Lalu aku menghadap pak peter selaku manager promotion sepeda polygon, untuk mengutarakan maksud perjalananku ini. Seperti diketahui bahwa aku selalu menggunakan sepeda polygon sebagai patner dalam setiap perjalanan bersepeda. Polygon sendiri sudah terlalu banyak membantu dalam setiap perjalanan2ku. Dan akupun takkan mau untuk menggunakan sepeda lain sebagai bentuk loyalitasku kepada polygon. Setelah kuutarakan maksud perjalananku tahun ini, pak peter menyetujui dan tetap mendukung ptualanganku kali ini, padahal inti rencana tahun ini kembali gagal. Itulah polygon aku selalu berhutang budi kepada kebaikan pak peter. Dalam keadaanku yang terjepit beliau masih mau mendukung parjalananku.

Singkatnya aku mulai bersepeda menyusuri jalur pantura, mulai dari jakarta indramayu cirebon semarang rembang tuban surabaya probolinggo situbondo dan banyuwangi. Lalu aku kembali arah balik menyusuri jalur jember dan lumajang sebelum aku menuju gunung semeru. Perjalanan kali ini aku berdua dengan teman yang bertindak sebagai patner.

Dari lumajang aku bersepeda kearah kecamatan senduro diikuti temanku dibelakang. Setelah satu jam setengah aku tiba di senduro dan langsung berbelanja keperluan untuk pendakian semeru.

Dari senduro ini perjalanan akan diteruskan menuju desa ranupane yang berjarak 26km.

Karna temanku tidak mau bersepeda, maka aku menitipkan sebagian tasku untuk dibawanya. Temanku akan menggunakan jasa truk yang biayanya 30 ribu.

Perlu diketahui perjalanan antara senduro akan melewati hutan belantara yang sepi yang jalannnya selalu menanjak sampai ranupane. Dan itu yang membuat temanku mundur untuk mengayuh sepedanya.

Setelah pamit dengan temanku, aku mulai menyusuri jalan aspal yang kecil itu menuju ranupane.

Jengkal demi jengkal aku mengayuh sepedaku dengan iringan keringat yang selalu keluar. Maklum jalan selalu menanjak dan banyak memakan tenaga tapi aku sabar dan berpikir bahwa perjalanan jalur ini bagian dari seni bersepeda. Adapun tanjakan, ya memang harus dilalui karna bagaimanapun juga aku harus “murni” memakai sepeda apapun keadaannnya. Apalagi kalau ingat bahwa aku harus bisa kuat seperti mas paimo sang jawara adventure sepeda indonesia. Hingga kadang terbesit ingin bersepeda bareng mas paimo walau hanya jakarta bandung.

Perjalanan antara senduro dengan ranupane merupakan perjalanan yang paling asyik yang kulalui selama perjalanan ini. Bagaimana tidak, sepanjang jalan aku benar2 sendiri sepi dan hening. sungguh suatu jalur yang akan selalu menjadi sebuah rindu. Kanan kiri hanya pepohonan hutan belantara yang menjadi taman nasional bromo tengger semeru. Walau kadang sesekali ada motor penduduk desa yang lewat, menyapaku. Tapi intinya jalur ini benar2 sepi hening dan pasti selalu menanjak.

Setelah berjuang dengan payah mengayuh 26km, aku tiba di ranupane dengan senang, maklum aku sudah bisa mengatasi jalur yang banyak memakan tenaga ini.

Setelah menunggu cukup lama akhirnya temanku tiba juga dengan menumpang truk, lalu kami bermalam di pos pendakian untuk istirahat semalam agar besok keadaanku pulih untuk mengahadapi pendakian semeru.

Paginya, setelah ijin dengan petugas pendakian. Kami mulai menyusuri jalur pendakian semeru yang pada musim kemarau ini, banyak yang berdebu. Aku membawa sepeda dan day pack di punggung, sedang teman membawa ransel guna mendukungku di pendakian ini sebagai patner dan dokumentasi.

Awal pendakian aku susuri jalur yang memutari beberapa bukit dengan sedikit jenuh karna suasana yang monoton hingga ranu kumbolo. Pendakian antara ranupane yang biasa memakan waktu 3jam santai, aku malah 4jam. Pendakian dengan membawa sepeda memang lebih sedikit sulit daripada hanya membawa ransel saja. Sepanjang jalan pun aku kesulitan dengan alang2 yang menggganggu pergerakanku. Sering pedal sepedaku menyangkut di alang2 atau dahan yang menjulur kebawah. Setelah ranu kumbolo terlihat, aku baru bersemangat lagi untuk segera istirahat dan bersantai ditepi danau.

Akhirnya kuputuskan untuk bermalam di ranukumbolo agar pergerakan besok tenagaku bisa lebih fit untuk menuju arcopodo. Malampun kulalui tanpa nuansa yang berarti, hanya ingin tidur pulas agar letih mata dan kaki lekas berlalu.

Esok paginya, setelah sarapan tanpa menunggu siang aku bergegas melanjutkan perjalanan menapaki tanjakan cinta dengan semangat. Maklum aku masih butuh cinta hehehehe…lalu aku turun ke rawa2 ombo, dan sepeda kukayuh meninggalkan temanku dibelakang hingga padang terbuka itu habis dan beristirahat. Setelah temanku datang aku melanjutkan pendakian lagi bersama. Kali ini temanku didepan, aku mengikuti dari belakang dengan konsentrasi membawa sepeda. Lelah sekali memang, tapi ya bagaimana, pendakian memang harus lanjut dan harus puncak.

Lewat tengah hari aku tiba di kalimati, disini angin berhembus kencang. Diatas sanapun asap yang keluar dari kawah semeru terlihat tidak membumbung keatas tapi bergeser ke kanan yang menandakan angin diatas juga kencang. Aku berpikir, mungkin ini yang membuat petugas pendakian hanya memberi ijin pendakian hanya sampai kalimati. Selebihnya andai ke puncak tanggung sendiri akibatnya. Selain itu yang pasti karna seismograf membaca gejala alam semeru yang keaktifannnya sering terjadi gempa vulkanik.

Temanku memberi saran untuk bermalam di kalimati tapi aku berpendapat tetap bermalam di arcopodo dengan perhitungan pergerakan menuju puncak dini hari nanti lebih dekat, sedang kalau dari kalimati aku akan menghadapai pendakian yang lebih panjang ditambah pergerakanku sulit karna gelapnya malam. Dan itu kemungkinan besar aku telat ke puncak atau gagal karna kesiangan, ditambah lagi cuaca yang belum bersahabat. Walaupun sedikit otoriter, tapi pendapatku sangat yakin karna bagiku dan juga pendaki lain arcopodo adalah tempat terakhir yang paling cocok untuk attack summit dini hari nantinya.

Aku tahu dari sini temanku mulai gelisah dan mulai berbeda pendapat. Dalam hati, aku juga ingin tahu seberapa besar keberanian dia dialam bebas. Jujur kadang aku selalu percaya dengan irama perjalananku sendiri daripada orang lain. Sedikit egois tapi kesuksesan menuju puncak tetap lebih diutamakan. Karna aku merasa bahwa pendakian itu memang harus berani ( bukan berani babi, tanpa pertimbangan ).

Akhirnya dengan langkah yang terpaksa temanku mengikuti pendapatku. Aku berharap dia mau mengerti diriku yang akan terlalu sulit andai pendakian menuju puncak dari kalimati. Setelah 2,5jam mendaki akhirya aku tiba di arcopodo dan langsung mendirikan bivak dengan flysheet untuk segera beristirahat dan tidur. Dan malam itupun aku hanya berharap bisa tidur pulas agar tengah malam bisa bangun dengan badan yang segar.

Jam 12malam alarm handphoneku berbunyi, aku bergegas bangun dan memasak mie instan untuk mengisi perut agar menambah tenaga. Jam 1, aku dan temanku mulai bergerak mendaki.

Benar, dugaanku tak meleset, terbukti aku kewalahan menghadapi medan antara arcopodo melewati area kelik. Itu karna jurang yang tak kelihatan diantara gelapnya malam, ditambah lagi pandanganku kadang terhalang sepeda. Aku tidak membayangkan andai aku start dari kalimati? Pasti yang bisa muncak hanya temanku. Karna pergerakanku sudah jelas2 terhambat gelap mengingat aku ga mau masuk jurang yang tak terlihat.

Setelah melewati daerah rawan, aku menghadapi medan yang lebih terbuka. Disinipun hambatan masih ada. Aku merasa kondisi badanku masih terlalu lelah tapi dihajar terus terpaan angin, yang membuat badanku semakin tak enak. Bagiku andai hanya mendaki membawa daypack ke puncak, aku masih bisa bertaruh kalau aku sanggup masuk puncak dengan cepat dan aku hanya memerlukan start jam 3 bukan jam 1 dini hari. Tapi ya bagaimana, ini memang obsesiku mendaki dengan membawa sepeda. Karna aku ingin pendakian yang sedikit tantangan.

Sepanjang jalur pendakian yang terbuka itu, aku benar2 loyo, tenagaku semakin waktu kian lemah. Malah aku sempat berpikir untuk menungggu terang, baru melanjutkan pendakian. Cemoro tunggalpun terlewat, tapi keadaanku kian lemah, hanya semangat yang tersisa. Lagipula aku malu dengan semeru 87 nya mas paimo,andai gagal. Aku merasa harus kuat dan wajib puncak. Karna mahameru adalah impian..

Temanku melesat ke depan terus menuju puncak, sedang aku menahan dingin dan lelah. Saat hari mulai dihiasi terang dengan hendak terbitnya matahari, aku masih tertinggal. Angin adalah musuh pendakianku kali ini. Dia tidak mau berhenti berhembus tapi kadang malah semakin kencang. Dan itu yang menjadikanku semakin letoi…

Dengan semangat membara dan tenaga yang tersisa, aku terus berjuang memanggul sepeda manapaki jalur yang berpasir, yang sulit untuk dipijak. Step by step, 10 langkah 20 langkah aku berhenti mengatur nafas dan tenaga ditangan kanan dengan iringan takbir kalau aku adalah manusia bodoh yang harus selalu ingat akan Penciptanya. Arah pikiranku pun kadang mengacau ke segala arah, tentang kehidupan, tentang cinta, tentang anak, tentang kegagalan bahkan tentang kematian. Sempat juga terbesit, andai aku mati disemeru..oh bagaimana..? tidak mungkin !! batinku teriak, aku adalah aku, dan aku harus tembus puncak.harus..harus..! masih banyak gunung yang belum kudaki, masih jauh menjadi pendaki kuat seperti Reinhold messsner kalau aku “tenggelam” disini.

Dan akhirnya pun, aku berhasil mencapai puncak dalam keadaan benar2 lelah. Aku hanya sempat mengambil gambar 3kali, lalu bergegas turun mengingat angin yang berhembus kencang dan cuaca buruk di puncak.

Tanpa buang2 waktu, aku seperti anak yang bloon yang takut dengan pendakian. Jalur turunpun ku hajar seperti orang bermain ski dengan memeluk sepeda dibagian kananku. Memang jalur berpasir seperti ini enak untuk perjalanan turun dengan sepeda dan itu pernah kucoba saat mendaki rinjani 2005. meluncur dan terus meluncur sampai areal berpasir habis.

Sampai di arcopodo, aku istirahat, temanku sudah sampai dahulu jauh meninggalkanku hingga dia lupa mengambil gambar yang bagus dijalur pasir sana.

Lalu bivak kubongkar, kubenahi dan bergegas turun….

Di kalimati kembali istirahat sebentar lalu terus turun dan turun tanpa mau berlama2.

Di ranu kumbolopun aku hanya mencuci muka dan mengisi air untuk minum, lalu terus menuju turun.

Pikiranku sudah tenang, mahameru sudah kudaki dan bayanganku hanya konsentrasi hendak cepat sampai ranupane kembali. Kususuri terus jalur pendakian turun itu tanpa ingin berhenti. Apalagi saat aku tiba dijalur yang sudah ditata. Dari situ sepeda kunaiki lalu meluncur ria tanpa henti sampai ranupane.

Selamat datang kembali ranu pane, selamat datang iwan yang lemah, begitu kudengar angin berkata..

Kamu masih diberi kesempatan muncak dalam keadaan yang kurang tenaga..

Dan ingat kamu jangan congkak, bahwa kamu sudah ke mahameru dengan sepeda..

Akupun menjawab, ya…aku memang beruntung, aku harus banyak berlatih dan berolahraga agar keadaanku selalu fit walau dalam keadaan lelah setelah bersepeda jauh.

Dan yang penting, aku harus tahu diri bahwa kewajibanku akan Tuhanku harus lebih benar. Karna sebenarnya aku diberi hidup untuk mengingat dan menyembah Allah SWT..

Mudah2an dikemudian hari aku lebih bijak dalam menyikapi Sang Pencipta, amin….

Dan

Terima kasih semeru..

Aku sudah diberi ijin menginjak puncakmu dengan sepeda.

Engkau memang ciptaanNya yang sungguh menarik…

Dalam lemasnya diriku, aku masih bisa menikmati sentuhan puncakmu….

Iwan thanks for:

- Allah SWT

- Muhammad SAW manusia yang paling mulia

- George leigh Mallory my son

- Ibu tercinta

- Almarhum Bapak tercinta

- My wife

- Pak Peter Manager Promotion polygon

- Pak Hariadi

- Kuwat slamet

- Oo

- Sepeda polygon tungganganku

- Mata, pundak, tangan, kepala, paha, pantat dan seluruh anggota tubuhku

- Air dan sinar matahari

- Jalan beraspal yang kulewati

- Hutan yang sunyi dengan pepohonan yang rindang

- Potret kehidupan disepanjang jalan

- Orang gila yang kulihat disepanjang jalan, Engkau adalah renunganku..

- Dan lain2 yang lupa kusebut karna aku sudah mengantuk….

Saturday, August 09, 2008

SMS dari Iwansunter (write by Kaes)

29 Juli 2008:
Masih lama. Sekarang di Situbondo Jatim. Gw juga mau naik Semeru paling nggak 5 hari, jadi mungkin sekitar 2 minggu lagi masuk Jogja (sms ini menjawab pertanyaan saya kapan dia masuk Jogja-red)

4 Agustus 2008:
Boz, gw udah deket puncak. Besok jam 1 pagi gw ke puncak. Doain gw tembus karena Semeru lebih sulit dari Rinjani.

6 Agustus 2008:
Semeru dah tembu walau cuaca kacau balau. Gw sempet berpikir "selesai" di Semeru. Tapi pengalaman menjadikan gw lebih hari-hati. Mungkin pendakian Semeru cuma gw doank yang angkat sepeda 17 kg hehehe

Monday, May 12, 2008

Cari Duit....

Kalo pengen tau keseharian gw. Liat ajalah gambar2 ini ya hehehe.
Tiap hari (pagi sampe siang) gw dagang barang-barang kecil keperluan rumah tangga di Pasar Bambu Kuning, Sunter Agung. Barang dagangan itu sendiri gw beli di pasar pagi mangga dua tiap (rata-rata, tapi nggak mesti) seminggu sekali. Kalo sore dan malem kadang gw nurunin sayur-sayuran atau apa aja dari truk kecil yang dateng di pasar itu. Kadang juga alih fungsi jadi tukang parkir hahaha. Pokoknya yang penting halal coy.......
Semua ini gw lakukan untuk membeli susu anak gw yang paling istimewa yang dah mau berumur setahun. Namanya: George Leigh Mallory.......

Kesempatan Jarang Nich



Meskipun telat di upload, tapi nggak apa-apa gw cerita sedikit tentang kesempatan yang sangat
jarang gw peroleh. Meskipun cuma di TV lokal, buat gw undangan dari O Channel adalah penghibur batin gw. Mungkin orang juga jarang yang liat TV ini apalagi yang di luar Jakarta, tapi paling nggak buat gw ini adalah suatu kebanggaan tersendiri. Apalagi diwawacara ama Si Jill yang cantik dan centil dan Si Erwin yang ganteng dan smart.
Wawancara ini sendiri dilakukan pada tanggal 11 Desember 2007, live dari jam 7 pagi selama satu jam full. Trism ya O Channel dan juga Polygon (khususnya Pak Peter yang memprakarsai wawancara ini...)

Monday, January 07, 2008

WILIS SAUDARAKU....


Setelah selesai dengan perjalanan bulan juni hingga agustus 2007, aku kembali mengikuti jiwa adventureku untuk mengobati rinduku akan sebuah pendakian.

Desember dengan musim hujannya, mengundang aku kali ini untuk menjamahWilis dalam rancangan rencana pendakian 20 gunung dengan membawa sepeda polygon ke puncaknya. Dan Wilis merupakan sasaranku dalam perjalanan kali ini, yang kebetulan bersamaan dengan adanya undangan dari Mapala Pelita IKIP PGRI Kediri yang sedang melaksanakan diklat anggota baru. Disini aku dimohon membantu dalam hal memberi pemasukan wawasan terhadap angggota baru guna lebih mengerti arti sebuah kegiatan di alam bebas. Aku tidak keberatan, aku sendiri merasa perlu bertukar pikiran dengan anggota baru karna biar bagaimanapun menilai seseorang tidak dilihat dari sering atau tidaknya seorang pernah mendaki gunung tapi bagiku setiap orang mempunyai kelebihan masing2 walaupun orang tersebut baru mengenal dunia yang akan digelutinya, minimal aku bisa lebih belajar dari watak mereka, BUKAN jam terbang seperti yang didengungkan sebagian besar senior anak Mapala.

Aku sendri bukan apa2, aku hanya sebuah regenerasi dari mas Paimo, Jawara sepeda jarak jauh Indonesia yang tak bisa dipungkiri bahwa beliaulah referensi otakku untuk menjadi bagian dari petualang2an ku dalam pendakian gunung dengan membawa sepeda.

Setelah menempuh perjalanan 5hari dari Jakarta ke kota Kediri dengan guyuran hujan yang kadang menyapaku dalam perjalanan ini, aku tiba dengan selamat dan langsung disambut teman Mapala dengan senyuman, teriakan dan emosi riang. Maklum aku disini sudah seperti saudara tua yang selalu berbagi pengalaman dan pandangan.

Setelah beristirahat semalam, esoknya aku mengayuh sepeda menuju desa Bajulan kecamatan Loceret kabupaten nganjuk untuk memulai pendakian.
Disini teman2 Pelita berkumpul untuk mendaki Wilis dengan anggota baru, sedang aku sebagai tamu akan berusaha membantu semampuku.

Lepas waktu solat isya, mereka berangkat, sedang aku dan seorang teman pelita mendaki esok hari mengingat ada seorang anggota baru yang mengalami sakit, jadi aku menemani teman pelita untuk mengawasi anggota yang sakit agar esok dapat mendaki dengan doa semoga pulih untuk mendaki. Kami menginap diwarung yang biasa dijadikan came sebelum mendaki.

Esoknya setelah sarapan pagi dan dengan tubuh yang lebih segar, kami bertiga yang tersisa dari rombongan lain berangkat menuju indahnya tubuh Wilis.
Aku mendaki membawa ransel dan sepeda polygon yang pernah menemaniku ke sumbawa bulan juli agustus lalu.sedang temanku dan anggota baru mendaki dengan perlengkapan biasa.

Kami susuri punggungan wilis dengan awal pemandangan hutan pinus dengan jalan setapak yang masih sempit namun licin karna seringnya hujan.pendakian kami jalani dengan santai sembari menikmati pemandangan dengan peresapan tinggi. Kadang kami isitirahat sambil membahas tentang gunung lain yang sudah payah hutannya hingga terlihat kurang menarik untuk didakinya.

Tengah hari sebelum kami sampai di tempat came rombongan lain yang berada di sumber air, anggota baru yang kemarin sakit kembali merasakan sakit dan merasa tidak mampu untuk terus mendaki. Akhirnya diputuskan, temanku kembali turun mengawal anggota yang sakit, sedang aku terus mandaki mengingat aku harus memberi sedikit wawasan dan pandangan kepada anggota baru yang lain tentang cara aman mendaki gunung, berbagi pengalaman dan tukar pikiran.

Akhirnya aku tiba di came rombongan lain, akupun berisitirahat sejenak lalu memasang tenda untuk menginap disamping tenda2 teman.tapi rupanya anggota baru sedang ke puncak dengan teman pelita yang lain. Aku sendiri hanya berbincang2 dengan yang lain sambil menunggu mereka yang mendaki, turun lagi.
Malamnya setelah waktu isya barulah acara obrolan malam dilaksanakan. Semua anggota baru dan teman pelita berkumpul, juga aku. Disini kami saling berbagi cerita dan tukar pikiran.

Walaupun diantara rombongan lain aku yang paling tua, dengan selisih umur 7 sampai 17 tahun, aku berusaha untuk tidak merasa sebagai orang yang lebih pintar atau lebih berpengalaman tapi aku menganggap kami semua sama sebagai orang yang hobi dengan kegiatan alam bebas, jadi tidak ada jarak diantara kami. Disini tidak ada istilah senior junior tapi persaudaraan. Dan mungkin ini yang menjadikan aku sedikit istimewa di mapala Pelita.

Dengan diselingi senda gurau ciri khas anak kediri kami bincang2 penuh akrab, hingga waktu dibubarkan dengan hujan. Kamipun masuk ke tenda masing2 lalu tidur dengan mimpi yang berbeda2.
Esoknya aku melanjutkan pendakian kepuncak karna aku selain menghadiri undangan Mapala Pelita, aku juga sedang melaksanakan plan pendakian dengan sepeda.

Lalu diputuskan kembali, kalau anggota baru dan sebagian teman untuk turun mengingat cuaca yang kurang bersahabat. Sedang sisanya, 3 orang ikut mendaki denganku karna belum mendapat dokumentasi dan 3 orang menunggu ditenda.
Setelah aku beres2 dan menyiapkan segala sesuatunya kami mendaki ber4.

Seperti biasanya pendakian yang aku lakukan berbeda dengan pendakian biasa karna harus turun naik bergantian membawa ransel dan sepeda. Dan yang pasti pendakianku memang sedikit lambat. Sedang temanku berusaha mengimbangi pendakianku. Lagipula mereka bisa menikmati pendakian dengan lebih santai namun nikmat.

Singkatnya setelah bersusah payah mendaki karna jalur yang kami lewati licin dan sedikit terjal, akhirnya kami tiba di puncak sekitar pukul 12 siang. Kamipun langsung ambil gambar dan saling berfoto bersama. Bahkan sepedaku laku,teman2ku berebutan untuk berfoto ria dengan”nya”.

Setelah puas berfoto, kami bergegas turun karna cuaca yang semakin tak bersahabat. Hujan turun deras dengan hembusan angin kencang hingga memaksa kami mengenakan rain coat dan sedikit mengendap eandap menghindari kencangnya angin, maklum jalur pendakian wilis antara came dengan puncak medannya terbuka. Sepanjang jalur hanya sabana dengan sedikit hutan. Dan ini yang menjadikan kami harus hati2.

Aku dengan perjalanan turun yang lambat karna harus extra hati2 agar sepedaku tak jatuh, berjalan dibelakang, sedang ketiga temanku sengaja kusuruh turun duluan dan tak perlu menunggu agar mereka lekas sampai di came dan teman lain yang menunggu tidak gelisah.
Akhirnya pula aku sampai di tempat came lagi walaupun dengan susah payah. Mengingat perjalanan turun gunung dengan membawa sepeda lebih sulit dan sangat hati2.

Begitu sampai came, hanya istirahat sebentar, kami bergegas turun agar tidak kemalaman dijalan sebelum sampai desa bajulan. Kamipun segera beres2 dan merapikan peralatan kami masing2 dan langsung turun.
Dari came ini jalur perjalanan turun lebih sedikit mudah walau kadang masih ada turunan terjal. Kamipun saling berjalan cepat sedikit berlari, maklum waktu sudah menunjukan jam3 sore.
Dengan perjalanan yang tergesa2, kami saling bergantian jatuh bangun karna jalan yang licin dengan tawa saling mengejek.

Akhirnya kami tiba di desa bajulan pas waktu magrib, hari sudah mulai gelap. Kamipun beristirahat sejenak di warung lagi sambil memesan minuman teh atau kopi hangat. Dan setelah semuanya beres kami turun kembali pulang ke kediri.
Teman2ku saling berboncengan motor, sedang aku bersepeda ria dengan kawalan satu motor dibelakang.
Sedang teman lain dan anggota baru sudah turun dan pulang ke kediri dengan mencarter mobil bak terbuka sejak sore.
Singkatnya kami semua sampai dikediri lagi dengan selamat.

Dan…….
Ternyata pendakian wilis lebih sulit daripada pendakian ke rinjani dan lebih banyak memakan tenaga.


Wilis….
Dikau adalah saudaraku…
Seperti saudaraku Mapala pelita yang selalu menanti diriku dengan senyuman dan rasa riang.
Tak ada kota lain yang lebih bahagia saat aku berada di kediri dari kota2 lainnya. Dan wilis…dikau merupakan bagian dari itu semua…
Suatu saat aku pasti kembali lagi, karna….
AKU CINTA PADAMU WILIS <
Iwansunter desember 2007>

Iwansunter thanks to :
- Allah Yang Maha Akbar dan Muhammad saw
- Almarhum Bapak Tercinta dan Ibu Tercinta
- My Wife dan George Mallory, anakku
- Pak Ahmad Hariadi, wakil Camat Koja Jakut
- Pak Peter, Manager Promotion Polygon
- Kuwat Slamet, Kepala Balai Diklat Depkeu Yogya
- Mapala Pelita Ikip PGRI Kediri (spesial to: Dian, Demo, Balung, Aripin, Sandi)
- Kepala, mata, pundak, kaki, pantat dan anggota tubuhku lainnya
- Jalan raya, hujan, udara segar dan matahari
- Pemandangan dan semua potret kehidupan yang aku aku lihat dijalan
- dan lainnya yang belum disebut satu satu
Mudah2an perjalanan kali ini menjadikan pemikiranku lebih bijak dari hari ini dan perjalanan ini kujadikan sebagai tempat untuk belajar, amin….